Setelah beberapa kali saya mendengar nama Kampung Batik Semarang dan mencoba mencarinya di search engine, saya tidak menemukan lokasi tepatnya di peta yang disediakan beberapa layanan di internet. Untunglah saya mendapatkan nomor telepon salah satu pengusaha batik yang berlokasi di Kampung Batik Semarang. Setelah menghubunginya dan dijelaskan lokasi tepatnya, kita pun membuat janjian untuk untuk bertemu di rumahnya yang terletak di Kampung Batik Gedong, Bubakan Semarang.
Lokasi Kampung Batik Semarang tidak jauh dari Bundaran Bubakan, Semarang Tengah. Bagi yang belum tahu Bundaran Bubakan, bundaran ini cukup dekat dari pusat kota Semarang. Jika Anda dari Pasar Johar, Anda cari saja jalan yang menuju arah Jalan Patimura atau Dr Cipto. Sedang jika Anda dari Simpang Lima, bisa menuju Jalan MT Haryono, terus saja ke arah Pasar Johar.
Setelah sampai Bundaran Bubakan arahkan kendaraan ke arah Jalan Patimura. Sebelum masuk Jalan Patimura, Anda akan melihat Hotel Djelita, tidak jauh di sebelah kirinya ada gapura cukup besar, dan ada plang bertuliskan Jl. Batik. Begitu masuk jalan tersebut memang tidak langsung terlihat aktifitas membatik. Anda bisa tanya dimana lokasi Balai Batik Semarang pada masyarakat sekitar, tidak jauh dari tempat itu Anda akan melihat tempat produksi batik, baik di rumah yang dijadikan work shop atau show room maupun di Balai Batik Semarang.
Jika Anda pernah ke Kampung Batik Laweyan Solo, suasana perkampungan batik di Kampung Batik Semarang memang tidak selengkap di Kampung Batik Laweyan. Namun Anda bisa mendapatkan beberapa hal yang sama di dua tempat tersebut: Batik, belajar membatik, dan sejarah batik. Untuk mendapatkan informasi lebih mendalam, saya pun berusaha menggali banyak informasi dari koordinator perajin batik Semarangan, Eko Hariyanto. Pengusaha muda ini merupakan salah satu pelopor kebangkitan Kampung Batik Semarang, yang mulai dirintis lagi mulai tahun 2006.
Kampung Batik Semarang sendiri, menurut Eko, pernah mengalami kejayaan sebelum akhirnya pada tahun 1942 terbakar, saat itu Semarang masih dalam masa pendudukan Jepang. Sejak saat itu Kampung Batik Semarang seolah mengalami mati suri. Usaha untuk membangkitkan kembali Kampung Batik Semarang pernah juga dirintis pada awal tahun 1980 namun gagal bertahan dan kembali tenggelam. Tentu banyak faktor yang menyebabkan kegagalan tersebut. Sampai akhirnya Kampung Batik Semarang mulai bangkit lagi di tahun 2006.
“Awalnya Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Semarang di bawah pimpinan Ny Sinto Sukawi ingin mengembangkan kembali batik khas Semarangan. Istri Wali Kota Semarang saat itu, ini rupanya tertantang untuk mengembalikan nama besar batik Semarangan yang dulu pernah mencapai masa keemasan. Maka, serangkaian pelatihan pun digelar dengan peserta warga yang memiliki kemauan besar untuk belajar membatik,” papar Eko.
Setelah pelatihan berakhir, tak sedikit peserta yang berhasil menguasai teknik membatik. Bahkan, beberapa di antaranya sudah berani membuka usaha mandiri. Sedang Eko Haryanto, yang saat itu memang sedang menganggur bersama istri, Iin W Indah, belum benar-benar terjun di bisnis batik ini. Sambil terus belajar teknik dan pengembangan batik, baik dengan studi banding atau dengan bertanya pada ahlinya. Pasangan suami istri ini bertekat untuk ikut melestarikan batik Semarang.
“Kemauan kuat itu modal utama kami, soal modal finansial dan kemampuan untuk membatik bisa dicari dan dipelajari. Kami awalnya sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk membatik dan tidak punya modal finansial. Namun dengan kemauan kuat dan kesabaran untuk terus berusaha mengembangkan batik Semarang ini, setidaknya sekarang ini sudah terlihat perkembangannya, meski masih banyak yang harus terus ditingkatkan,” tandas Eko saat ditemui di rumahnya yang sekaligus jadi work shop dan show room.
Sekarang ini menurut Eko, ada 4 pengrajin batik di Kampung Batik Semarang. Masing-masing tempat usaha ada yang memiliki lebih dari 10 orang karyawan, ada pula yang hanya sekitar 5 karyawan. Sedangkan di Semarang secara keseluruhan, ada sekitar 20 pengrajin batik motif Semarangan, dengan sekitar 600 motif batik khas Semarangan yang telah dikembangkan.
“Untuk motifnya hampir sama dengan batik Pekalongan yang menonjolkan flora dan fauna sebagai motif utama. Namun dalam perkembangannya, batik Semarangan lebih condong ke budaya China. Sedangkan batik Pekalongan lebih terpengaruh budaya Belanda. Perbedaan lain yang tampak jelas adalah dengan adanya perpaduan warna yang digunakan. Ciri khas lain batik Semarangan adalah mengusung motif icon Kota Semarang. Seperti Gedung Lawang Sewu, Tugu Muda, dan buah asam,” tambah Alumni Manajemen Informatika Unisbank ini.
Eko berharap Batik Semarang semakin dikenal luas seperti halnya kuliner Semarang yang memang sudah banyak dikenal dengan lumpia, bandeng presto, wingko babat, dan lainnya. Karena itu dia selalu berusaha untuk mengikuti berbagai pameran dan promosi. Harapannya Kampung Batik Semarang bisa menjadi salah satu tujuan wisata Semarang, seperti kampung batik di kota lainnya.
“Orang yang berkunjung ke Semarang tentu ingin membeli oleh-oleh khas Semarang, tentu batik menjadi salah satu yang banyak dicari. Apalagi selama ini kebanyakan wisatawan malah menyempatkan diri ke Pekalongan atau Solo untuk mencari batik. Jika sudah kenal dengan Kampung Batik Semarang, tentu pengunjung akan lebih memilih ke sini,” paparnya.
Eko juga berharap, akan mendapat dukungan dari pemerintah untuk terus mengembangkan Kampung Batik Semarang, terutama untuk menyambut tahun kunjungan wisata Jawa Tengah 2013 nanti. “Keinginan saya, Kampung Batik Semarang ini menjadi sentra batik di Semarang. Sehingga orang mencari batik ya ke sini. Baik itu batik Semarangan atau batik dari kota lain. Namun, tentu sebelumnya Batik Semarang harus kuat dulu, sehingga tidak hanya menjadi penonton,” harapnya.
Selasa, 22 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar